Streaming alquran dan terjemah

Selasa, 17 Juli 2012

Onta Itu Mengadu Kepada Rasulullah

0 komentar

Suatu hari untuk suatu tujuan Rasulullah keluar rumah dengan menunggangi untanya. Abdullah bin Ja’far ikut membonceng di belakang. Ketika mereka sampai di pagar salah salah seorang kalangan Anshar, tiba-tiba terdengar lenguhan seekor unta.

Unta itu menjulurkan lehernya ke arah Rasulullah saw. Ia merintih. Air matanya jatuh berderai. Rasulullah saw. mendatanginya. Beliau mengusap belakang telinga unta itu. Unta itu pun tenang. Diam.
Kemudian dengan wajah penuh kemarahan, Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah pemilik unta ini, siapakah pemilik unta ini?”
Pemiliknya pun bergegas datang. Ternyata, ia seorang pemuda Anshar.
“Itu adalah milikku, ya Rasulullah,” katanya.
Rasulullah saw. berkata, “Tidakkah engkau takut kepada Allah karena unta yang Allah peruntukkan kepadamu ini? Ketahuilah, ia telah mengadukan nasibnya kepadaku, bahwa engkau membuatnya kelaparan dan kelelahan.”
Subhanallah! Unta itu ternyata mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa tuannya tidak memberinya makan yang cukup sementara tenaganya diperas habis dengan pekerjaan yang sangat berat. Kisah ini bersumber dari hadits nomor 2186 yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Kitab Jihad.
Bagaimana jika yang mengadu adalah seorang pekerja yang gajinya tidak dibayar sehingga tidak bisa membeli makanan untuk keluarganya, sementara tenaganya sudah habis dipakai oleh orang yang mempekerjakannya? Pasti Rasulullah saw. lebih murka lagi.
Di kali yang lain, Abdullah bin Umar menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Seorang wanita disiksa karena menahan seekor kucing sehingga membuatnya mati kelaparan, wanita itupun masuk neraka.” Kemudian Allah berfirman –Allah Mahatahu—kepadanya, “Kamu tidak memberinya makan, tidak juga memberinya minum saat ia kamu pelihara; juga engkau tidak membiarkannya pergi agar ia dapat mencari makanan sendiri dari bumi ini.” (HR. Bukhari, kitab Masafah, hadits nomor 2192).
Yang ini cerita Amir Ar-Raam. Ia dan beberapa sahabat sedang bersama Rasulullah saw. “Tiba-tiba seorang lelaki mendatangi kami,” kata Amir Ar-Raam. Lelaki itu dengan kain di atas kepadanya dan di tangannya terdapat sesuatu yang ia genggam.
Lelaki itu berkata, “Ya Rasulullah, saya segera mendatangimu saat melihatmu. Ketika berjalan di bawah pepohonan yang rimbun, saya mendengar kicauan anak burung, saya segera mengambilnya dan meletakkannya di dalam pakaianku. Tiba-tiba induknya datang dan segera terbang berputar di atas kepalaku. Saya lalu menyingkap kain yang menutupi anak-anak burung itu, induknya segera mendatangi anak-anaknya di dalam pakaianku, sehingga mereka sekarang ada bersamaku.”
Rasulullah saw. berkata kepada lekaki itu, “Letakkan mereka.”
Kemudian anak-anak burung itu diletakan. Namun, induknya enggan meninggalkan anak-anaknya dan tetap menemani mereka.
“Apakah kalian heran menyaksikan kasih sayang induk burung itu terhadap anak-anaknya?” tanya Rasulullah saw. kepada para sahabat yang ada waktu itu.
“Benar, ya Rasulullah,” jawab para sahabat.
“Ketahuilah,” kata Rasulullah saw. “Demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, sesungguhnya Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya melebihi induk burung itu kepada anak-anaknya.”
“Kembalikanlah burung-burung itu ke tempat di mana engkau menemukannya, bersama dengan induknya,” perintah Rasulullah. Lelaki yang menemukan burung itupun segera mengembalikan burung-burung itu ke tempat semula.
Begitulah Akhlak terhadap hewan yang diajarkan Rasulullah saw. Bahkan, membunuh hewan tanpa alasan yang hak, Rasulullah menggolongkan suatu kezhaliman. Kabar ini datang dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seekor burung tanpa hak, niscaya Allah akan menanyakannya pada hari Kiamat.”
Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah hak burung tersebut?”
Beliau menjawab, “Menyembelihnya, dan tidak mengambil lehernya lalu mematahkannya.” (HR. Ahmad, hadits nomor 6264)
Jika kepada hewan saja kita memenuhi hak-haknya, apalagi kepada manusia. Adakah hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan?

Continue reading →
Senin, 16 Juli 2012

Keluarga Produktif-Kreatif

0 komentar

 Usaha Paling bersih itu adalah usaha seorang laki-laki dengan tangannya sendiri. HR Al-Baihaqi


Allah Maha Pencipta setiap makhluk; dari tiada menjadi ada. Allah sumber kreatifitas. Dari tangan-Nya lahir karya-karya besar tiada tanding, tiada banding. Dia pun menghendaki setiap makhluk-Nya kreatif dan produktif. Kalau saja setiap pasangan suami-istri menyadari hal ini, tentu, mereka akan menjadi pribadi yang kuat menantang setiap kesulitan yang dihadapinya. Setiap ada berangkat dari tiada. Setiap keberhasilan berawal dari kegagalan. Kesulitan hanyalah jalan lain menuju keberhasilan. Bukankah Tuhan penentu segala kebijakan? Semestinya kepadanya kepada-Nya kita bersandar, "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah ia," (QS Ya Sin[36]:82; sebab " ditangan-Nyalah kekuasaan atas segala sesuatu," (QS Ya Sin[36]:83). Seorang muslim tidak sepatutnya putus asa dalam menjemput karunia Tuhan, sebab "hanya orang kafir yang berputus asa dari rahmat Allah," (QS Yusuf [12]: 87).
Continue reading →

KOMPAS

Muslimdaily.net

Arrahmah

Palestina News

Followers

ClustrMaps

Info ccs

    W3 Directory - the World Wide Web Directory Page Ranking Tool

    Enter your email address:

    Delivered by FeedBurner